Soul said to me O you who have been busy by Fatamorgana world ..... What you want to search from the world ...? Look ... there is no person who look you Lights also are reluctant to brighten your Yourself yourselves in the morning Allah fed up with sin sin your megrim ............... You to worship Him But you also engage in immoral acts to him Are you sure your pray received by him? Do you believe in your repentance by His goodness? Cry yourself weeping with sorrow Throughout the life

Wednesday, September 2, 2009

salafy-wahaby

ini ada postingan di tread "hakikat tasawuf dan sufi" nah ada kata salafiyah ini postingannya: "Bisa Jadi Salafisme/Wahabisme Itulah Yang Tersesat Salafiyah Tidak seperti yang kami duga sebelumnya, mungkin juga anda, almarhum Syeikh Ghazali, DR. Yusuf Qaradhawi, DR. Ramdhan al-Bouti, DR. Aly Gum'ah Mufti Mesir, dan sejumlah tokoh Islam lainnya yang selama ini dikenal moderat, ternyata juga tak luput dari hujatan, dibid'ahkan, bahkan kadang dianggap berpikiran sesat, oleh sekelompok orang yang mengaku salafi. Syeikh Ghazali menamakan kelompok yang kerap mengaku paling salafi ini sebagai Salafi-Baru. Tak cukup individu saja yang dikecam, organisasi-organisasi sosial-keagamaan yang tidak sejalan dengan pemikirannya, seperti Nahdhatul Ulama (NU), Jama'ah Thoriqoh Muktabarok (Thoriqoh yang diakui keabsyahannya di dunia Islam), Ikhwan Muslimin, dll, pun juga kena semprot bahkan dikatakan sesat. Seringkali yang terakhir ini diplesetkan menjadi Ikhwanul Muflisin. Fenomena ini, dalam konteks kepentingan Islam global, tentu sangat tidak menarik, bahkan mengkhawatirkan! Karena mengganggu soliditas dan persaudaraan umat. Juga mengganggu konsentrasi primer yang lebih mendesak untuk digarap umat Islam dewasa ini, yaitu pendangkalan pemahaman hakikat Islam, mengentas kemiskinan, mengejar ketinggalan dalam bidang pendidikan, hi-tec, wawasan peran global dan hal krusial lainnya. Terma Salaf Secara etimologis, kata salaf sepadan dengan kata qablu. Artinya setiap sesuatu yang sebelum kita. Lawan kata salaf adalah khalaf (generasi setelah kita). Kata ini kemudian menjadi sebuah terminologi untuk menunjuk pada generasi keemasan Islam, tiga generasi pertama Islam: para Sahabat, Tabi'in dan Tabi' Tabi'in atau Salaf Shalih. Istilah ini merujuk pada hadis Nabi: Khairul quruni qarni..... (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam wacana Islam kontemporer, kata salaf kemudian diimbuhi ya nisbat pada hurup akhirnya: menjadi salafi, kadang juga salafiyah dengan penambahan ta, setelah ya, untuk menunjuk pada kelompok Islam yang menjadikan cara berpikir dan suluk generasi salaf sebagai sumber inspirasi. Bahkan beberapa kelompok salafi menganggapnya sebagai mazhab. Terma salafi pada perkembangan berikutnya, mengalami metamorfosis dan tidak bisa diartikan tunggal lagi. Kalimat itu menjadi multi makna. Sikap tak terburu-buru dalam analisis menjadi sebuah keniscayaan ketika menemukan kalimat salafi. Karena pada tingkat sesama pemikir saja, umpamanya, konotasinya bisa berbeda satu sama lain. Misalnya, Goerge Tharabisi dan Aziz Azmah, menggunakan kata salafi untuk sesuatu yang pejoratif: untuk menunjuk arus pemikiran atau kelompok yang anti segala hal yang berbau modernitas dan anti pembaharuan. Lawan dari terma salafi model ini adalah progresif (taqadumi). Sementara, Abid Jabiri, Fahmi jad'an, dan sebagian orientalis menggunakan istilah salafi untuk menunjuk pada setiap gerakan atau pemikiran Islam, yang menjadikan al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama pemikirannya. Makna yang terakhir ini cakupan lebih luas: memasukan banyak tokoh dan kelompok Islam, baik yang moderat, "literal" -dzahiriyah judud, dan semua kecenderungan pemikiran yang menjadikan al-Qur'an dan Hadis sebagai rujukan utama. Pada tingkatan klaim antar sesama kelompok pengikut salafi, juga tak kalah ruwetnya. Banyak sekali kelompok yang mengklaim dirinya sebagai salafi hakiki. Di Kuwait, misalnya, data menunjukkan ada lima kelompok yang sama-sama mengaku sebagai salafi, satu sama lain saling kecam dan mendaku sebagai yang paling sah. Sejatinya, salaf bukanlah sebuah mazhab dan juga bukan personifikasi individu. Seperti pernah disinggung di atas, ia adalah sebuah generasi yang disabdakan Nabi sebagai generasi terbaik, yang mencakup tiga generasi Islam pertama. Kenapa dianggap yang terbaik? Karena mereka adalah generasi yang paling dekat, dengan pengertian seluas-luasnya, dengan masa kenabian. Terutama generasi pertama yang langsung dapat bimbingan dari Rasulullah Saw. Apa makna hadis ini bagi generasi setelahnya? Hadis ini mengajak kita semua untuk menjadikan metode berpikir dan cara bersikap mereka sebagai sumber inspirasi. Bukan malah dijadikan mazhab! Maka tak semua yang mengaku salafi akan otomatis berpikiran kolot. Tergantung kepada artikulasi dan cara memahami pola berpikir dan suluk salaf shalih itu sendiri. Dalam pandangan saya, salafi sejati tidak akan berpikir dan bersikap kaku. Dan kata salaf sendiri secara bahasa sangat netral dan sama sekali tidak mengandung arti pejoratif. Hanya saja, karena berbagai faktor, pada akhirnya, istilah salafi sangat identik dengan kelompok Wahabi, sebuah aliran yang didirikan Syeikh Muhamad Bin Abdul Wahab (1703-1791) di Najd, Arab Saudi. Sebagian dari mereka, ada perasaan bahwa dirinya lah yang paling salafi. Mereka sendiri, sebetulnya lebih enjoy dipanggil salafi, daripada Wahabi. Tapi, sayangnya ditangan mereka, makna salafi kemudian dicederai, dikerangkeng pada permasalahan furu'iyah dan perdebatan-perdebatan lama ulama klasik, baik di bidang Fikih, Ilmu Kalam, Tashawuf. Dalam Fikih mereka lebih konsen: membid'ah-bid'ahkan tradisi maulid nabi, ziarah, tawasul dan yang sejenisnya. Dalam Ilmu Kalam, alih-alih menanamkan hakikat makna tauhid, mereka memperdebatkan kembali tentang, misalnya, asma wa sifat dan bahayanya menta'wil ayat ar-Rahmanu 'ala al-'arsyi istawa dengan tawil sebagai kinayah dari keagungan Allah Swt, dll. Mereka akan mengecam siapa pun yang tidak sejalan dengan alur pemikirannya. Tak heran, kalau dicermati karya-karyanya, maka kita akan menemukan daftar-daftar bid'ah mulai yang klasik sampai bid'ah kontemporer. Judulnya pun bisa kita tebak seputar rad wa al'tirad mandul: fulan dalam timbangan Islam, mengcounter pemikiran fulan atau menelanjangi pemikiran fulan. Tentu saja bukan berarti kita tidak boleh untuk mendiskusikan kembali soal-soal di atas. Yang tidak boleh adalah menjadikan permasalahan di atas sebagai prioritas utama. Tulisan ini dimaksudkan sebagai pengantar singkat untuk membedah dan mendiskusikan kembali metode dan gerakan Salafi-Wahabi saja. Tak akan membahas gerakan salafi secara umum. Sudah kita maklumi semua, akhir-akhir ini, dalam beberapa hal, sebagian oknum yang berafiliasi pada kelompok Salafi-Wahabi dianggap kerap melakukan tindakkan-tindakkan yang berpotensi merusak citra Islam, meresahkan dan banyak menimbulkan perpecahan dikalangan intern umat Islam. Tidak hanya di Timur Tengah, tapi juga di negara-negara dimana ada komunitas Islamnya, termasuk di Barat. "Lawannya" pun di batasi hanya dari kelompok-kelompok moderat saja: Syeikh Qaradhawi cs. Artinya, kritikan-kritkan keras Wahabi yang ada di tulisan ini, ditunjukkan buat tokoh-tokoh di atas yang selama ini dianggap moderat dan diakui otoritas keilmuannya. Poinnya, betapa sama tokoh moderat pun Wahabi masih merasa kegerahan. Sebelum mengenal lebih jauh tentang dasar pemikiran Salafi-Wahabi, ada baiknya kita petakan secara sederhana dulu gerakan awal salafi, dengan menjadikan Mesir, Maroko dan Saudi sebagai sampel. Peta Gerakan Salafi Gerakan Salafi, lebih-lebih mulai awal abad 19 M. tidak hanya disuarakan di Arab Saudi saja, tapi juga di berbagai negara Islam, diantaranya Mesir, dan Maroko. Yang menyatukan gerakan salafi ditiga negara itu adalah keseriusannya terhadap pemberantasan bid'ah, purifikasi akidah, perlawanan atas gerakan tasawuf. Mungkin karena suasana dan tuntutan lingkungan yang berbeda, membuat Salafi Maroko dan Mesir dengan Jamaludin al-Afghani dan Muhamad Abduh sebagai pionirnya kemudian mempunyai kekhasan yang tidak dimiliki Salafi-Saudi atau Salafi-Wahabi. Misalnya, Salafi Maroko dan Mesir bisa lebih terbuka dengan modernitas dan tidak berhenti berkutat pada persoalan purifikasi akidah saja. Mereka mengalami lompatan perjuangan. Dalam kasus salafi Mesir, mereka langsung bergelut dengan problem kebangsaan yang sedang dihadapi. Abduh berani melakukan pembaharuan keagamaan, bahasa Arab dan reformasi fundamental metode pendidikan di universitas al-Azhar. Salafi Mesir juga bergabung bersama pemerintah mengangkat senjata untuk mengusir penjajahan Perancis. Hal yang sama pun berlaku bagi kelompok Salafi Maroko. Sementara Salafi Arab Saudi dihadapkan pada kenyataan lain. Mereka sibuk bertempur dengan saudara seagama. Secara eksternal dan dengan diback-up Inggris, mereka berperang melawan Dinasti Ustmani. Pada tingkat internal mereka keasyikan melakukan purifikasi akidah dan memberantas tarekat-tarekat sufi yang saat itu berkembang pesat di Arab Saudi. Latar belakang inilah mungkin yang kemudian bisa menjelaskan kenapa kelompok salafi Arab Saudi sangat keras: berpikir sempit dan kolot. Dasar-Dasar Pemikiran Salafi-Wahabi Apresiasi kita sama Wahabi yang sangat peduli dengan laku sunah, otentifikasi sanad hadis, purifikasi akidah dengan memberantas bid'ah-bid'ah, tak bisa menghapus kesan kuat, bahwa secara umum, baik dalam bidang pemikiran, keagamaan, sosial dan politik sebagian orang yang berafiliasi kepada Wahabi banyak mengadopsi pendapat-pendapat keras-kaku. Mulai dari mengharamkan sistem demokrasi, sistem partai, konsep nation-state, kepemimpinan wanita bahkan wanita tidak boleh menyetir mobil sendiri, membid'ahkan maulid Nabi, ziarah kubur, zikir jama'ah, anti sufi sampai fatwa haram menggunakan sendok makan (lihat misalnya fatwa salah satu tokoh Salafi-Wahabi Yaman, Syeikh Muqbil dalam bukunya: as-Shawaiq Fi Tahrim Malaiq atau Halilintar: Tentang Haramnya Memakai Sendok. Mencermati daftar permasalahan-permasalahan yang disesatkan-dibid'ahkan oleh mereka, maka kita akan berkesimpulan, bahwa kebanyakan daftar itu masuk wilayah mukhtaf fihi: suatu wilayah yang masih dan akan selalu diperdebatkan karena berangkat dari dalil yang tidak qath'i ats-tsubut wa ad-dilalah atau tidak ada ijma ulama. Sebetulnya sikap ulama klasik sudah sangat jelas dan bijak, bahwa dalam wilayah yang masih mukhtalaf fihi, siapa pun tidak boleh memaksakan pendapatnya. Karena akan terjebak pada fanatisme bermazhab dan perpecahan seperti sekarang ini. Semua orang bebas dengan pilihannya. Pertanyaannya: apa gerangan yang menyebabkan konsentrasi mayoritas dari mereka tersedot pada hal-hal yang masih diperdebatkan? Apa yang membuat mereka seolah lupa bahwa masalah pokok umat Islam sekarang adalah kemiskinan, ketinggalan dalam bidang pendidikan, hi-tech dan bidang primer lainnya? Realitas di atas terjadi karena dasar pemikiran mereka banyak berlandaskan pada, diantaranya: 1.Ada pembalikan skala prioritas pada cara berpikir dan bertindaknya. Misalnya, mereka lebih memilih meneriakan slogan bid'ah-sesat pada orang yang merayakan acara maulid, ziarah kubur, dll yang hukumnya masih mukhtaf fihi, walapun berpotensi mengancam persatuan umat. Karena jelas sikap keras itu akan menimbulkan ketersinggungan dan menimbulkan aksi balas yang kontra-produktif. 2.Dalam bidang pengetahuan agama, mereka terlalu konsen dengan menghafalkan tumpukan matan-syarah kitab, dan sibuk dengan fikih furu'iyah yang sering tidak di bandingi dengan pengetahuan kontemporer, sehingga yang terjadi adalah keluarnya fatwa-fatwa keras pada soal khilafiyah yang sering bertabrakan dengan kemaslahatan umat. 3.Menutup pintu kebenaran dari pendapat orang lain. Seolah yang benar hanya dirinya saja. Efeknya mereka menekan orang lain untuk ikut pendapatnya. Bahkan sebagian dari mereka tak segan untuk menyesatkan ulama yang berfatwa kebalikan dari pendapatnya. Lihat misalnya kasus yang menimpa pengarang buku best seller, La Tahzan, Dr. 'Aidh al-Qarni yang dikecam habis gara-gara berfatwa wanita boleh tak memakai cadar dan boleh ikut pemilu. Hal yang sama juga pernah menimpa almarhum Syeikh Ghazali dan Syeikh Qaradhawi. 4.Sering me-blowup permasalahan ajaran sufi, ziarah kubur, maulid nabi, tawasul dan sejenisnya, seolah-olah ukuran tertinggi antara yang hak dan bathil. Tapi pada saat yang sama mereka tidak peduli pada kebijakan publik dari pemerintahnya yang kadang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan umat Islam. Mereka taat total pada penguasa yang kadang kebijakannya tidak arif. Sangat jarang, kalau tak dikatakan tak ada, tokoh-tokoh Wahabi melakukan kritik pedas pada pemerintahan Arab saudi soal soal sistem pemerintah, kebijakan penjualan minyak, kebijakan politik luar negeri, lebih-lebih mengkritik "kedekatan" pemerintahanya sama Amerika dan sekutunya. 5.Terlalu mengagungkan tokoh-tokoh kuncinya, semisal Ibnu Taymiah, Bin Baz, dll, sehingga mengurangi nalar kritis. Padahal, pada saat yang sama mereka berteriak anti taklid! 6.Terlalu asyik dengan permasalahan mukhlataf fihi, sehingga sering lalai dengan kepentingan global umat Islam 7.Terlalu tekstualis, sehingga sering menyisihkan pentingnya akal dan kerap alergi dengan hal-hal baru. Lembaran Hitam di Balik Penampilan Keren Kaum Wahabi : Ke mana-mana selalu menyebarkan salam. Selalu memakai baju bercorak gamis dan celana putih panjang ke bawah lutut, ciri-khas orang Arab. Jenggotnya dibiarkannya lebat dan terkesan menyeramkan. Slogannya pemberlakuan syariat Islam. Perjuangannya memberantas syirik, bid ah, dan khurafat. Referensinya, al-Kitab dan Sunah yang sahih. Semuanya serba keren, valid, islami. Begitulah kira-kira penampilan kaum Wahabi. Sepintas dan secara lahiriah meyakinkan, mengagumkan. Tapi jangan tertipu dulu dengan setiap penampilan keren. Kata pepatah jalanan, tidak sedikit di antara mereka yang memakai baju TNI, ternyata penipu, bukan tentara. Pada masa Rasulullah r, di antara tipologi kaum Khawarij yang benih-benihnya mulai muncul pada masa beliau, adalah ketekunan mereka dalam melakukan ibadah melebihi ibadah kebanyakan orang, sehingga beliau perlu memperingatkan para Sahabat t dengan bersabda, Kalian akan merasa kecil, apabila membandingkan ibadah kalian dengan ibadah mereka. Demikian pula halnya dengan kaum Wahabi, yang terkadang memakai nama keren kaum Salafi . Apabila diamati, sekte yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi (1115-1206 H/1703-1791 M), sebagai kepanjangan dari pemikiran dan ideologi Ibnu Taimiyah al-Harrani (661-728 H/1263-1328 M), akan didapati sekian banyak kerapuhan dalam sekian banyak aspek keagamaan. A. Sejarah Hitam Sekte Wahabi, seperti biasanya sekte-sekte yang menyimpang dari manhaj Islam Ahlusunah wal Jamaah memiliki lembaran-lembaran hitam dalam sejarah. Kerapuhan sejarah ini setidaknya dapat dilihat dengan memperhatikan sepak terjang Wahabi pada awal kemunculannya. Di mana agresi dan aneksasi (pencaplokan) terhadap kota-kota Islam seperti Mekah, Madinah, Thaif, Riyadh, Jeddah, dan lain-lain, yang dilakukan Wahabi bersama bala tentara Amir Muhammad bin Saud, mereka anggap sebagai jihad fi sabilillah seperti halnya para Sahabat menaklukkan Persia dan Romawi atau Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel. Selain menghalalkan darah kaum Muslimin yang tinggal di kota-kota Hijaz dan sekitarnya, kaum Wahabi juga menjarah harta benda mereka dan menganggapnya sebagai ghan mah (hasil jarahan perang) yang posisinya sama dengan jarahan perang dari kaum kafir. Hal ini berangkat dari paradigma Wahabi yang mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin Ahlusunah wal Jamaah pengikut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali yang tinggal di kota-kota itu. Lembaran hitam sejarah ini telah diabadikan dalam kitab asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahh b; Aq datuhus-Salafiyyah wa Da watuhul-Ishl hiyyah karya Ahmad bin Hajar Al-Buthami (bukan Al-Haitami dan Al- Asqalani) ulama Wahabi kontemporer dari Qatar , dan dipengantari oleh Abdul Aziz bin Baz. B. Kerapuhan Ideologi Dalam akidah Ahlusunah wal Jamaah, berdasarkan firman Allah, Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah) (QS asy-Syura [42]: 11), dan dalil aqli yang definitif, di antara sifat wajib bagi Allah adalah mukh lafah lil-haw dits, yaitu Allah berbeda dengan segala sesuatu yang baru (alam). Karenanya, Allah itu ada tanpa tempat dan tanpa arah. Dan Allah itu tidak duduk, tidak bersemayam di Arasy, tidak memiliki organ tubuh dan sifat seperti manusia. Dan menurut ijmak ulama salaf Ahlusunah wal Jamaah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Imam Abu Ja far ath-Thahawi (227-321 H/767-933 M), dalam al- Aq dah ath-Thah wiyyah, orang yang menyifati Allah dengan sifat dan ciri khas manusia (seperti sifat duduk, bersemayam, bertempat, berarah, dan memiliki organ tubuh), adalah kafir. Hal ini berangkat dari sifat wajib Allah, mukh lafah lil-haw dits. Sementara Wahabi mengalami kerapuhan fatal dalam hal ideologi. Mereka terjerumus dalam faham tajs m (menganggap Allah memiliki anggota tubuh dan sifat seperti manusia) dan tasyb h (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Padahal menurut al-Imam asy-Syafi i (150-204 H/767-819 M) seperti diriwayatkan olah as-Suyuthi (849-910 H/1445-1505 M) dalam al-Asyb h wan-Nazh ir, orang yang berfaham tajs m, adalah kafir. Karena berarti penolakan dan pengingkaran terhadap firman Allah, Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah). (QS asy-Syura [42]: 11) C. Kerapuhan Tradisi Di antara ciri khas Ahlusunah wal Jamaah adalah mencintai, menghormati, dan mengagungkan Rasulullah, para Sahabat, ulama salaf yang saleh, dan generasi penerus mereka yang saleh seperti para habaib dan kiai yang diekspresikan dalam bentuk tradisi semisal tawasul, tabarruk, perayaan maulid, haul, dan lain-lain. Sementara kaum Wahabi mengalami kerapuhan tradisi dalam beragama, dengan tidak mengagungkan Nabi r, yang diekspresikan dalam pengafiran tawasul dengan para nabi dan para wali. Padahal tawasul ini, sebagaimana terdapat dalam Hadis-Hadis sahih dan data-data kesejarahan yang mutaw tir, telah dilakukan oleh Nabi Adam u, para Sahabat t, dan ulama salaf yang saleh. Sehingga dengan pandangannya ini, Wahabi berarti telah mengafirkan Nabi Adam, para Sahabat, ahli Hadis, dan ulama salaf yang saleh yang menganjurkan tawasul. Bahkan lebih jauh lagi, Nashiruddin al-Albani ulama Wahabi kontemporer sejak lama telah menyerukan pembongkaran al-qubbah al-khadhr (kubah hijau yang menaungi makam Rasulullah ) dan menyerukan pengeluaran jasad Nabi dari dalam Masjid Nabawi, karena dianggapnya sebagai sumber kesyirikan. Al-Albani juga telah mengeluarkan fatwa yang mengafirkan al-Imam al-Bukhari, karena telah melakukan takwil dalam ash-Shahih-nya. Demikian sekelumit dari ratusan kerapuhan ideologis Wahabi. Dari sini, kita perlu berhati-hati dengan karya-karya kaum Wahabi, sekte radikal yang lahir di Najd. Dalam Hadis riwayat al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain, Nabi r bersabda, Di Najd, akan muncul generasi pengikut Setan . Menurut para ulama, maksud generasi pengikut Setan dalam Hadis ini adalah kaum Wahabi.. Poin-poin di atas, menggiring kita pada kesimpulan bahwa Salafi-Modern mengalami krisis metodologis dan krisis fikih prioritas. Maka tak terlalu mengherankan kalau mereka juga biasa mengecam keras, dan sering gerah dengan sikap dan pendapat tokoh yang saya sebutkan di mukadimah yang dikenal moderat dan mumpuni secara keilmuan. Kesimpulan ini tentu tidak bisa digenerilisir begitu saja kepada semua Salafi-Wahabi. Karena ini sikap yang tidak ilmiah dan tak adil. Tapi, minimal, kalau kita amati buku-buku yang beredar tentang salafi yang ditulis oleh kalangan mereka, juga mengamati milist, maupun website yang dikelolanya, sedikit banyak anda mungkin akan setuju dengan kesimpulan saya. Lebih-lebih kalau yang dijadikan sampel adalah kalangan generasi mudanya. Ada satu hal yang perlu digarisbawahi, dengan kritikan ini tidak berarti kita memandang remeh pada hal-hal yang mereka bahas. Juga tak berarti mereka tidak boleh memilih pendapat-pendapat yang menjadi keyakinannya. Itu adalah hak mereka. Yang salah adalah ketika pendapat-pendapat itu diekspor melewati teritorialnya kemudian dipaksakan kepada orang lain. Dan siapa saja yang menolak atau tidak ikut pendapatnya maka akan dihukumi bid'ah, bodoh akan hukum Islam dan disesatkan!

There are posts in the tread "the essence of Sufism and Sufi" nah no word salafiyah
This postingannya:
"Can So Salafism / Wahhabism That's The Lost

Unlike Salafiyah we previously thought, perhaps you, the late Sheikh Ghazali, DR. Yusuf Qaradawi, DR. Ramdhan al-Bouti, DR. Aly Gum'ah Mufti of Egypt, and some other Muslim leaders have been known to moderate, was also not escaped the blasphemy, dibid'ahkan, sometimes even considered heretical thought, by a group of people who claim to salafi. Sheikh Ghazali calls the group most often claim this as a Salafi salafi-New.

Not enough individuals are condemned, social organizations, religious inconsistent with the rationale, such as Nahdhatul Ulama (NU), Jema'ah Thoriqoh Muktabarok (keabsyahannya recognized Thoriqoh in the Islamic world), the Ikhwan Muslimin, etc., were also subject to spray say even heretical. Often the latter diplesetkan be Muflisin Brotherhood.

This phenomenon, in the context of the global Islamic interests, certainly not very attractive, even worried! Because the solidity and brotherhood disturbing people. Also interfere with the primary concentration of the more urgent to work on today's Muslims, namely pendangkalan understanding of the nature of Islam, reduce poverty, to catch up in education, hi-tec, insight global role and other crucial things.

Terma Salaf

Etymologically, the word Salaf commensurate with qablu said. This means every thing is before us. Salaf is the opposite Khalaf (generation after us). These words later became a term to refer to the golden generation of Islam, the first three generations of Islam: the Companions, Tabi'in and Tabi 'Tabi'in or Salaf Salih. This term refers to the hadith of the Prophet: Khairul Qarni quruni ..... (H. R. Bukhari and Muslim).

In contemporary Islamic discourse, the word salaf then yes diimbuhi letters nisbat at the end: a salafi, sometimes with the addition salafiyah hand, after it, to refer to Islamic groups who made a way of thinking and mysticism generations of the Salaf as an inspiration. Even some groups regard as a school salafi.

Terma salafi in the next stage, metamorphosed and can not be interpreted single again. The sentence was to be a multi-meaning. Attitude no hurry in the analysis becomes a necessity to find a sentence salafi. Because the level of fellow thinkers have, for example, its connotation can be different from one another. For example, George Tharabisi and Aziz Azmah, using the word salafi pejoratif for something: to show the flow of thought or groups who are against all things anti-modernity and renewal. Salafi including opponents of this model is progressive (taqadumi). Meanwhile, Abid Jabiri, Fahmi jad'an, and some use the term salafi orientalis to refer to any movement or Islamic thought, which makes the Qur'an and Hadith as the main source of his thinking. This latter meaning a wider scope: includes many figures and Islamic groups, both moderate, "literally"-dzahiriyah judud, and all trends of thought which makes the Qur'an and Hadith as the primary reference.

At the level of claims between the members of the group salafi followers, was also ruwetnya. Lots of groups who claim to be salafi essential. In Kuwait, for example, the data shows there are five groups who are equally admitted as salafi, each other and claiming Kecam as the most legitimate.

Indeed, the Salaf is not a school nor a personification of the individual. As has been mentioned above, he is a prophet disabdakan generation as the best generation, which includes the first three generations of Islam. Why are considered the best? Because they are the generation most closely, with the widest sense, with the prophecy. Especially the first generation that can direct guidance of the Prophet. What is the meaning of this tradition for generations thereafter? This Hadith invites us all to make the method of thinking and the way they act as a source of inspiration. Used instead of schools! So not all who claim to be salafi automatically think conservative. Depending on the articulation and how to understand patterns of thinking and mysticism itself righteous salaf. In my view, will not be a true salafi thinking and being rigid. And the word Salaf is the language itself is very neutral and does not imply pejoratif.

Only, because of various factors, in the end, the term salafi is identical to the Wahabi group, founded a school of Sheikh Mohammed Bin Abdul Wahab (1703-1791) in the Najd, Saudi Arabia. Some of them, there is a feeling that he was the most salafi. Their own, they are more enjoy called salafi, than Wahabi.

But, unfortunately, their hands, meaning salafi then injured, caged in furu'iyah problems and long debates classical scholars, both in the field of Jurisprudence, Science Kalam, Tashawuf. In the more concentrated their Jurisprudence: membid'ah-maulid bid'ahkan prophet tradition, pilgrimage, tawasul and the like. In the Science of Kalam, instead of instilling the essence of the meaning of unity, they argue back about, for example, asthma and dangerous nature of the wa menta'wil ar-paragraph Rahmanu 'ala al-Tawil'arsyi as istawa with kinayah of the greatness of God exalted, etc.. They will condemn anyone who is not in line with the flow of thoughts. No wonder, if the scrutiny of his work, then we will find lists of heresy from the classical to the contemporary heresy. The title can we guess about al'tirad sterile wa rad: So and so the balance of Islam, mengcounter thought so and so or so and so bare thinking. Of course that does not mean we should not return to discuss the questions above. Which should not be a problem at the top make a top priority.

This paper is intended as a brief introduction to dissect and discuss the methods and re-Wahabi Salafi movement alone. Will not discuss the salafi movement in general. We tolerate all, lately, in some cases, some elements that are affiliated to the Salafi-Wahabi groups are often considered to tindakkan-tindakkan potentially damaging the image of Islam, raises disturbing and many internal divisions among Muslims. Not only in the Middle East, but also in countries where there are Islamic community, including in the West. "The opposition" even in the limit of moderate groups only: Sheikh Qaradawi et al. That is, criticism, harsh Wahhabi kritkan in this paper, shown for figures over who had been considered a moderate and recognized scientific authority. The point, how each character had moderate Wahhabi still feel the heat. Before you know more about the rationale Salafi-Wahabi, it's good we simply map the first initial salafi movement, by making Egypt, Morocco and Saudi Arabia as a sample.


Salafi Movement Map

Salafi movement, much less start early 19th century AD not only voiced in Saudi Arabia alone, but also in various Islamic countries, including Egypt, and Morocco. Salafi movement that unites the country is ditiga seriousness of the eradication of heresy, purification creed, resistance to Sufism. Perhaps because of the atmosphere and the demands of different environments, making Salafi Morocco and Egypt with Jamaludin al-Afghani and Muhammad Abduh as a pioneer and has a specificity that is not owned by Saudi-Salafi-Wahhabi or Salafi. For example, Morocco and Egypt Salafi be more open to modernity and do not stop to dwell on all creeds purification problems. They have leap struggle. In the case of Egyptian salafi, they wrestle with the problems facing nationality. Abduh dare religious reform, Arabic and fundamental reforms in the educational methods of al-Azhar university. Salafi Egypt also joined with the government to take up arms to expel the French colonial period. The same is also true for Morocco Salafi groups.


While the Salafi Saudi Arabia faced with another reality. They are busy fighting a civil religion. Externally and backed-up by the British, they fought against Ustmani Dynasty. At the internal level of fun doing them and eliminate purification creed Sufi orders, which then flourished in Saudi Arabia. This background is then possible to explain why the salafi groups Saudi Arabia is very hard: the narrow and old-fashioned thinking.


Thinking Basics Salafi-Wahabi

Wahabi same appreciation that we cared enough to do the sunna, hadith narrators authentication, purification creeds with combat heresy-heretic, can not erase a strong impression, that in general, both in the field of thought, religious, social, political and some people who affiliated to the Wahhabi many opinions to adopt hard-stiff. Starting from proscribe the democratic system, party system, the concept of nation-state, women's leadership can not even drive her own car, membid'ahkan maulid Prophet, grave pilgrimage, remembrance jama'ah, anti-Sufi until the fatwa haram to use a spoon to eat (see eg Fatwa one of the Salafi-Wahhabi Yemen, Sheikh Muqbil in his book: as-Shawaiq Fi Tahrim Malaiq or Lightning: About Wearing Spoon illegitimate.

Looking at the list of problems-dibid'ahkan led astray by them, then we would conclude, that most of the list entry fihi mukhtaf region: a region that is still and will always be debated because the argument departs from the ATS-qath'i not tsubut wa ad -dilalah or no scholarly consensus scholars. Actually, the attitude of classical scholars is very clear and wise, that the region still mukhtalaf fihi, anyone should not impose his opinion. Since going to be stuck on bermazhab fanaticism and division as now. Everyone is free with his choice.

The question is: what was the concentration that causes the majority of them sucked on the things that are still debated? What made them forget that as Muslims the main problem today is poverty, left behind in education, hi-tech and other primary field?

Reality on the place because of their rationale is based on many, including:

1.Ada priority scale reversal on how to think and bertindaknya. For example, they prefer slogans heresy meneriakan lost on those who celebrate the event Maulid, grave pilgrimages, etc are still mukhtaf fihi law, even if potentially threaten the unity of the people. Because obviously that tough talk would cause irritation and cause of action back to counter-productive.

2.Dalam field of religious knowledge, they are too concentrated to memorize the stack-Sharh honor books, and busy with a lot furu'iyah jurisprudence is not in bandingi with contemporary knowledge, so that there are fatwas out loud at the question khilafiyah often collided with benefit the people.

3.Menutup door of truth from other people's opinions. As if that was just him alone. The effect they press others to join his opinion. Even some of them do not hesitate to mislead scholars who berfatwa opposite of opinion. See for example the case against the author of best-selling book, La Tahzan, Dr. 'Aidh al-Qarni been condemned because berfatwa women may not wear a veil and allowed to vote. The same thing had happened to the late Sheikh Ghazali and Sheikh Qaradawi.

Blowup 4.Sering had problems Sufi teachings, pilgrimage grave, Maulid prophet, tawasul and the like, as if the ultimate size of the rights and false. But at the same time they do not care about the public policy of the government who sometimes do not take sides in the interests of the people and the Muslims. Their total obedience to authority that is sometimes not wise policy. Very rarely, if not say no, the characters do excoriation Wahabi in Saudi Arabia about the government about the government system, the oil sales policy, foreign policy, much less criticize "closeness" as pemerintahanya America and its allies.

5.Terlalu glorify the key figures, such as Ibn Taymiah, Bin Baz, etc., thus reducing the critical reasoning. Yet, at the same time they shouted anti-imitation!

Preoccupied with problems 6.Terlalu fihi mukhlataf, so often neglected by the global interests of Muslims

7.Terlalu tekstualis, so often put aside the importance of reason and often allergic to new things.

Gazette Beyond Appearances Black Stuff The Wahabi: Everywhere always spread the love. Always wearing a patterned shirt and white pants gamis length below the knees, characteristics typical of Arabs. He let his beard thick and seem creepy. Slogan implementation of Islamic Shari'a. Struggle to eradicate polytheism, heresy, and superstition. References, al-Kitab and Sunna are valid. Everything was cool, invalid, un-Islamic. That's about the appearance of the Wahabi. Cursory and outwardly assured, amazing.

But do not be fooled once with every appearance of cool. Street saying goes, not least among those who wore military clothes, was a fraud, not a soldier. At the time of the Prophet r, between the typology Kharijites the seeds begin to appear at the time he is their perseverance in the worship service than most people, so he needs to warn of the Companions of the said t, you will feel small, when comparing the service you with their worship.

Similarly, the Wahhabis, who sometimes uses the name of the Salafis cool. If observed, the sect founded by Muhammad ibn Abd al Wahhab an-Najdi (1115-1206 H/1703-1791 M), as the representative of the thinking and ideology of Ibn Taymiyyah al-Harrani (H/1263-1328 AD 661-728), will many vulnerabilities found in many religious aspects.

A. Black History

Wahabi sect, as usual sects that deviate from Islamic manhaj wal Jamaah Ahlusunah have black sheets in history. The fragility of this history can be seen at least with respect to football exploits in the early emergence Wahabi. In which aggression and annexation (annexation) of Islamic cities such as Mecca, Medina, Ta'if, Riyadh, Jeddah, and others, who performed with the Wahhabi army Amir Muhammad ibn Saud, they consider jihad as fi Sabilillah of Friends conquered Persia and Rome or Sultan Muhammad al-Fatih conquered Constantinople.

In addition to blood justifies Muslims who live in cities and surrounding Hijaz, the Wahabi also looted their property and considered ghanmah (the war booty) which position the same as war booty from the infidels. This departs from the paradigm that mengkafirkan Wahhabi Muslims and justify the blood and property of Muslims Ahlusunah wal Jamaah sect followers Hanafi, Maliki, Shafii, and Hanbali who live in the cities. Dark pages of history has been immortalized in the book of ash-Shaykh Muhammad ibn Abd Wahhb; Aqdatuhus-Salafiyya wa-Ishlhiyyah work Dawatuhul Ahmad ibn Hajar al-Buthami (not Al-Haitami and Al-Asqalani ) contemporary Wahhabi clerics from Qatar, and dipengantari by Abdul Aziz bin Baz.

B. Fragility Ideology

In wal Jamaah Ahlusunah creed, based on the word of God, There is nothing like Him (God) "(Sura al-Shura [42]: 11), and the definitive proposition aqli, between the nature of God is mandatory for Mukh lafah lil hawdits, that God is different from anything new (natural). Therefore, God exists without a place and without direction. And God is not sitting, not dwelling on the Throne, has no organs and characteristics as humans. And according to the Consensus Ahlusunah Salaf wal Jamaah, as suggested by al-Imam Abu Jafar ath-Thahawi (H/767-933 AD 227-321), in al-Aqdah ath-Thahwiyyah, people who menyifati God with nature and human characteristics (such as the nature of the sitting, dwelling, located, directional, and have organs), is a kafir. This departs from compulsory nature of God, mukhlafah lil hawdits.

While the Wahhabis have fatal vulnerability in terms of ideology. They fall into schools of tajsm (think God has a body like human beings and nature) and tasybh (likening Allah to His creation). Yet according to al-Imam al-Shafii (150-204 H/767-819 M) as reported were as-Suyuti (849-910 H/1445-1505 M) in al-Asybh wan-Nazhir, berfaham tajsm people, are infidels. Because means rejection and denial of the word of God, There is nothing like Him (God). (Surat ash-Shura [42]: 11)


C. Fragility Tradition

Among typical wal Jamaah Ahlusunah is love, honor, and glorify the Prophet, his Companions, the pious Salaf, and their generation as the pious and the kiai Habaib expressed in such traditions tawasul, tabarruk, celebrating Maulid, haul, and others.

While experiencing the fragility of the Wahhabi tradition in religion, by not glorifying the Prophet r, is expressed in pengafiran tawasul with the prophets and the saints. Yet this tawasul, as found in the authentic Hadith-Hadith and historical data that mutawtir, has been done by Prophet Adam u, t of the Sahaba, and the pious Salaf. So with this view, the Wahhabi means have mengafirkan Prophet Adam, the Companions, Hadith expert, and the pious Salaf who advocated tawasul.

Even further, Nasiruddin al-Wahabi Albaniulama long kontemporersejak has called the dismantling of al-qubbah al-khadhr (green dome that shelters the tomb of the Prophet) and called for expenditure of the body of the Prophet Mosque Nabawi, because he considered as a source of kesyirikan. Al-Albani has also issued a fatwa mengafirkan al-Imam al-Bukhari, as has been done in the ash-takwil his Saheeh.

So a few of the hundreds of Wahabi ideological fragility. From here, we need to be careful with the works of the Wahhabis, the radical sect who was born in Najd. In history Hadith al-Bukhari, Muslim, and others, the Prophet r said, In the Najd, will appear next generation followers of Satan. According to the scholars, followers of Satan's generation mean in this Hadith is the Wahabi ..

Points above, leads us to the conclusion that the Salafi-modern crisis and the crisis jurisprudence methodological priority. So not too surprising that they also strongly condemns usual, and often hot with an attitude and opinion leaders that I mentioned in the preamble is known moderate and competent in science. This conclusion certainly can not just digenerilisir to all Salafi-Wahabi. Because of this attitude is unscientific and unfair. But, at least, if we look at the books in circulation about the salafi circles written by them, also watch mailing list, and manages the website, a lot of you would probably agree with my conclusions. Even more so if the sample is among the younger generation.

There is one thing that should be recognized, with this criticism does not mean we sell short on the things they discussed. Also did not mean they should not choose the opinions that the convictions. That is their right. What's wrong is when the opinions were exported through its territory and imposed on others. And anyone who refused or did not join his opinion it will dihukumi heresy, silly Islamic law and will be led astray!

0 comments:

Post a Comment